JAKARTA - Tidak banyak yang tahu bila sosok Mayor Jenderal TNI (Purn.) Prof. Dr. Moestopo merupakan Pahlawan Nasional yang berbakti pada tiga bidang sekaligus, yakni militer, kedokteran, dan pendidikan. 


Hal ini merupakan bukti bila legenda kelahiran Ngadiluwih, Kediri, Jawa Timur, 13 Juli 1913 ini merupakan sosok penting pada sejarah nasional Indonesia. Karena itu, peringatan meninggalnya Mayor Jenderal TNI (Purn.) Prof. Dr. Moestopo ke-37 pada 29 September 2023 menjadi penting sebagai refleksi bagi semua pihak, terutama sivitas akademika Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama)


Semasa hidupnya, putra keenam dari delapan bersaudara dari Raden Koesoemowinoto ini memiliki karir sangat baik di bidang kedokteran sejak menyelesaikan pendidikan di Sekolah Kedokteran Gigi milik pemerintah kolonial Hindia Belanda atau School Tot Opleiding van Indische Tandartsen (STOVIT) di Surabaya.


Sedangkan di bidang militer, Pahlawan Nasional tersebut merupakan rekan satu angkatan dari Soedirman dan Gatot Soebroto saat memutuskan masuk pelatihan militer Jepang.


Di angkatannya, otak cemerlang Moestopo membuatnya langsung diangkat sebagai komandan Pembela Tanah Air (PETA) di Sidoarjo setelah lulus pelatihan militer. Tak lama berselang, pemerintah militer Dai Nippon menaikkan pangkat Moestopo menjadi komandan pasukan pribumi di Gresik dan Surabaya. 


Ini adalah promosi jabatan yang prestisius. Sebab tak banyak orang Indonesia yang menerima promosi jabatan ini, hanya lima orang saja, dan Moestopo adalah salah satunya.


Moestopo juga pernah menjabat sebagai komandan Badan Keamanan Rakyat (BKR) Jawa Timur ketika pecah pertempuran melawan Inggris di Surabaya pada akhir Oktober 1945. Di saat itu pula dia mendapuk dirinya sendiri sebagai Menteri Pertahanan RI ad interim sekaligus pemimpin revolusi di Jawa Timur.


Setelahnya, selama Perang Kemerdekaan (1946-1949), Moestopo juga aktif di berbagai front pertempuran. Di Yogyakarta dan Jawa Barat namanya dikenal harum karena gebrakannya membentuk Pasukan Terate (Tentara Rahasia Tertinggi) yang diambil dari lingkungan dunia hitam seperti kaum pencoleng, perampok dan pekerja seks komersial.


Moestopo bahkan juga sempat mencicipi karir sebagai Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS).


Karir dan pengabdian Moestopo tak berhenti sampai disitu dan bahkan terus bergulir. Setelah menyelesaikan pendidikan di Amerika Serikat, Moestopo memutuskan terjun ke dunia akademis dengan menggagas berdirinya Dr. Moestopo Dental College pada 1958.


Berkat jiwa dan semangat Moestopo, Dr. Moestopo Dental College pun terus berkembang sampai akhirnya menjadi perguruan tinggi yang diberi nama Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) pada 1961. 


Universitas ini terus melebarkan kepak sayapnya. Dari hanya Fakultas Kedokteran Gigi, kini Universitas Moestopo telah memiliki berbagai fakultas lain seperti Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Fakultas Ilmu Komunikasi, Fakultas Teknik, dan Program Pascasarjana.


Bahkan saat ini, Universitas Moestopo telah menjelma menjadi salah satu universitas bergengsi di Indonesia dengan Akreditasi Unggul di hampir semua fakultasnya.


"Kita sebagai penerus Bapak Moestopo harus mendoakan beliau beserta keluarganya. Walau beliau sudah meninggal tetapi Universitas Moestopo tetap menjadi amal baik beliau," kata Rektor Universitas Moestopo, Prof. Dr. H. Paiman Raharjo, M.Si., M.M.


Mari kita mengisi harapan-harapan Bapak Moestopo, yakni sivitas akademika tetap menjadi insan yang loyal. Kita harus dapat meningkatkan etos kerja, meningkatkan rasa kegotong-royongan antar karyawan, dosen, serta pimpinan," lugas Prof. Paiman.


"Ambilah makna yang ada di dalam diri Pak Moestopo yakni rela berkorban, bertanggung jawab, jujur, dan berkomitmen," tegas Prof. Paiman.


Di sisa hidupnya, Moestopo tak berhenti melakukan pengabdian di dunia pendidikan dan sosial-kemasyarakatan. Ketika menghembuskan napas terakhir pada 29 September 1986, Moestopo tercatat memiliki 18 gelar. Hal ini membuatnya bisa dibilang sebagai tentara dengan gelar terbanyak di Indonesia.


Karena itulah, untuk menghargai setiap jasanya, pada tanggal 9 November 2007, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberi gelar Pahlawan Nasional Indonesia kepada Moestopo yang didasarkan pada Keputusan Presiden No. 66/2007 TK. 

Related Post