Dies Natalis Ke -64, Universitas Prof. Dr. Moestopo Gelar Diskusi Publik “Komunikasi Merah Putih”
JAKARTA – Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) menggelar Diskusi Publik dengan tema "Komunikasi Merah Putih" dalam rangka merayakan Dies Natalis ke-64. Diskusi ini membahas peran komunikasi dalam penyampaian informasi dan membangun kepercayaan publik yang dihadiri oleh para jurnalis di Jakarta, Minggu (11/5).
Diskusi Publik menghadirkan tiga narasumber yaitu Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Kepresidenan Dr. Ujang Komarudin, M.Si, Founder & Owner Drone Emprit Ismail Fahmi, Ph.D, dan Plt. Rektor Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Dr. H. Muhammad Saifullao, M.Si.
Dalam paparannya Dr. Ujang Komarudin, M.Si. berpandangan bahwa Indonesia menghadapi dunia yang riuh. Hal ini dilihat dari informasi melimpah, emosi menguasai, kebebasan disalahi, dan kebenaran tersisih, atau yang disebutnya sebagai DFK – Disinformasi, Fitnah, Kebencian. Untuk itu, yang dibutuhkan adalah ketenangan dan kejernihan hati. “Verifikasi data dan fakta, sajian narasi dan strategi komunikasi persatuan, serta menghadirkan informasi yang jelas dan terang adalah langkah untuk membangun kepercayaan rakyat,” jelasnya.
Sementara Ismail Fahmi, Ph.D, Direktur Media Kernels Indonesia atau lebih dikenal Drone Emprit membedah komunikasi merah putih melalui studi kasus uji coba vaksin TBC Bill Gates di Indonesia. “Ada perbedaan narasi antara media online vs media sosial. Yang satu bersifat netral – positif dan berbasis fakta, sementara lainnya emosional, konspiratif, dan negatif,” ujarnya seraya menyajikan data jejaring sosial “ujicoba vaksin TBC” dalam tiga klaster, yaitu sentimen negatif (konspiratif/kritik, klaster netral – positif (media arus utama), dan klaster pro edukasi /vaksin. Lebih lanjut Dr. Fahmi mengusulkan rekomendasi komunikasi publik yang strategis yang bersifat kolaboratif dan responsid, termasuk melakukan social inoculation untuk menangkal hoaks lama sebelum menjadi viral kembali.
Strategi komunikasi yang tepat dan emosional terbukti menjadi kunci dalam membentuk citra politik yang efektif di era digital. Keberhasilan membentuk persepsi publik bukan sekadar soal retorika, melainkan bagaimana pesan politik dikemas secara manusiawi dan relevan dengan audiens. Hal ini disampaikan Plt. Rektor Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) dalam kesempatan yang sama. Ia mencontohkan transformasi citra Presiden Prabowo Subianto sebagai hasil strategi komunikasi yang matang dan adaptif.
“Citra Prabowo yang kini dikenal bersahabat, disukai anak muda, bukan muncul tiba-tiba. Itu hasil dari pendekatan komunikasi yang strategis, emosional, dan sesuai dengan karakter generasi sekarang,” ujar Dr. H. M. Saifulloh. Ia menilai, kekuatan citra Prabowo terletak pada narasi personal yang menyentuh emosi publik—seperti sosok setia yang tidak menikah kembali setelah perpisahan dengan istri. Narasi ini dinilai memperkuat dimensi kemanusiaan pemimpin, menjadikannya lebih dekat dengan rakyat.
Dr. H. M. Saifulloh menekankan bahwa komunikasi politik masa kini harus bersifat dua arah, peka terhadap dinamika sosial, serta mengedepankan interaksi dan empati. Transformasi komunikasi ini, katanya, menjadi elemen penting dalam membangun legitimasi dan kepercayaan publik terhadap pemimpin. “Yang menentukan keberhasilan kampanye bukan lagi siapa yang paling keras bicara, tapi siapa yang paling bisa diterima dan dipercaya publik,” pungkasnya