JAKARTA - Tidak banyak orang yang berkesempatan mengabdikan diri bagi negara dalam berbagai bidang sekaligus. Namun, hal itu berhasil dilakukan oleh sosok Mayor Jenderal TNI (Purn.) Prof. DR. Moestopo. Legenda kelahiran Ngadiluwih, Kediri, Jawa Timur, 13 Juli 1913 ini berhasil membuktikan pengabdiannya di tiga bidang sekaligus, yakni militer, kedokteran, dan pendidikan.


Putra keenam dari delapan bersaudara dari Raden Koesoemowinoto ini memulai karirnya setelah menyelesaikan pendidikan di Sekolah Kedokteran Gigi milik pemerintah kolonial Hindia Belanda atau School Tot Opleiding van Indische Tandartsen (STOVIT) di Surabaya.


Berkat kecerdasannya, pada tahun 1937, Moestopo diangkat menjadi asisten dokter gigi di Surabaya. Sesaat setelahnya, karir Moestopo melesat. Pada 1941-1942, Moestopo bahkan sudah ditunjuk menjadi asisten direktur STOVIT serta asisten dari dokter gigi ternama di Surabaya saat itu yakni Prof. Dr. M. Knap.


Setelah karir kedokteran giginya berkembang di dunia sipil, Moestopo mulai bekerja sebagai dokter gigi untuk pemerintah Dai Nippon dan diangkat sebagai wakil kepala pada Sekolah Tinggi Kedokteran Gigi (Shikadaigaku Ikabu) yang kala itu diketuai oleh Prof. Dr. Sjaaf pada 1943 sebelum memutuskan masuk pelatihan militer Jepang, satu angkatan dengan Soedirman dan Gatot Soebroto.



Di angkatannya, otak cemerlang Moestopo membuatnya langsung diangkat sebagai komandan Pembela Tanah Air (PETA) di Sidoarjo setelah lulus pelatihan militer. Tak lama berselang, pemerintah militer Dai Nippon menaikkan pangkat Moestopo menjadi komandan pasukan pribumi di Gresik dan Surabaya. 


Ini adalah promosi jabatan yang prestisius. Sebab tak banyak orang Indonesia yang menerima promosi jabatan ini, hanya lima orang saja, dan Moestopo adalah salah satunya.


Perjalanan karir militer Moestopo terus berkembang. Moestopo menjabat sebagai komandan Badan Keamanan Rakyat (BKR) Jawa Timur ketika pecah pertempuran melawan Inggris di Surabaya pada akhir Oktober 1945. Di saat itu pula dia mendapuk dirinya sendiri sebagai Menteri Pertahanan RI ad interim sekaligus pemimpin revolusi di Jawa Timur.


Setelahnya, selama Perang Kemerdekaan (1946-1949), Moestopo juga aktif di berbagai front pertempuran. Di Yogyakarta dan Jawa Barat namanya dikenal harum karena gebrakannya membentuk Pasukan Terate (Tentara Rahasia Tertinggi) yang diambil dari lingkungan dunia hitam seperti kaum pencoleng, perampok dan pekerja seks komersial.


Namun, setelah masa perang usai pada 1950, Moestopo banting stir kembali menjadi dokter sebagai Kepala Bagian Bedah Rahang di Rumah Sakit Angkatan Darat di Jakarta. Di saat itu, Dia juga sering memberikan pelatihan kesehatan. Moestopo bahkan juga sempat mencicipi karir sebagai Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS).


Karir dan pengabdian Moestopo tak berhenti sampai disitu dan bahkan terus bergulir. Setelah menyelesaikan pendidikan di Amerika Serikat, Moestopo memutuskan terjun ke dunia akademis dengan menggagas berdirinya Dr. Moestopo Dental College pada 1958.


Berkat jiwa dan semangat Moestopo, Dr. Moestopo Dental College pun terus berkembang sampai akhirnya menjadi perguruan tinggi yang diberi nama Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) pada 1961. 


Universitas ini terus melebarkan kepak sayapnya. Dari hanya Fakultas Kedokteran Gigi, kini Universitas Moestopo telah memiliki berbagai fakultas lain seperti Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Fakultas Ilmu Komunikasi, dan Program Pascasarjana.


Bahkan saat ini, Universitas Moestopo telah menjelma menjadi salah satu universitas bergengsi di Indonesia dengan Akreditasi A di hampir semua fakultasnya.


"Prof. Dr. Moestopo ialah sosok pendiri Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) sekaligus Pahlawan Nasional. Dia meninggalkan begitu banyak warisan pendidikan yang kita harus kita jaga dan rawat sehingga ke depannya dapat bermanfaat bagi anak cucu kita, sekaligus mampu mencerdaskan kehidupan bangsa," papar Ketua Pembina Yayasan Universitas Prof. Dr. Moestopo Dr. RM. H. Hermanto, JM, SKG, drg, MM saat memberi sambutan pada peringatan hari lahir Prof. Dr. Moestopo yang ke-109 tahun di Masjid Al-Bani Moestopo, Jakarta, Senin (13/06/2022).


Menariknya, selain terkenal di kalangan militer, kedokteran dan pendidikan, Moestopo ternyata memiliki impian untuk melihat dunia yang damai. Pada tahun 1964, Moestopo mendirikan lembaga Pusat Perdamaian Dunia Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 


Untuk mewujudkan perdamaian dunia melalui lembaga yang dia dirikan, Moestopo mengirim telegram yang ditujukan ke banyak pemimpin dunia, di antaranya Leonid Brezhnev, Paus Paulus II, Jimmy Carter, Ronald Reagan, Menachem Begin, Margaret Thatcher, Presiden Argentina, sampai pemimpin Iran dan Irak.


Dan di sisa hidupnya, Moestopo tak berhenti melakukan pengabdian di dunia pendidikan dan sosial-kemasyarakatan. Ketika menghembuskan napas terakhir pada 29 September 1986, Moestopo tercatat memiliki 18 gelar. Hal ini membuatnya bisa dibilang sebagai tentara dengan gelar terbanyak di Indonesia.


Karena itulah, untuk menghargai setiap jasanya, pada tanggal 9 November 2007, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberi gelar Pahlawan Nasional Indonesia kepada Moestopo yang didasarkan pada Keputusan Presiden No. 66/2007 TK. 



"Prof. Moestopo telah berjasa luar biasa, baik pemikirannya, perjuangannya dalam memimpin pertempuran, dan sumbangan  pengabdiannya bagi bangsa dan negara. Jasanya di bidang militer, kesehatan dan pendidikan menginpirasi dan menjadi teladan bagi kita semua. Itu semua harus kita kenang dan tumbuh kembangkan pada saat ini," lugas Ketua Pengurus Yayasan UPDM Drs. Hartono Laras, M.Si.


Pada kegiatan Haul dalam rangka memperingati hari lahir Prof. Dr. Moestopo yang ke-109 tahun kali ini hadir Ketua Yayasan UPDM Dr. RM. H. Hermanto, JM, SKG, drg, MM  beserta jajarannya; Ketua Pengurus Yayasan UPDM Drs. Hartono Laras, M.Si beserta jajarannya; Ketua Pengawas Yayasan UPDM Dr. Sumarhadi, MM; Wakil Rektor III Dr. Prasetya Yoga Santoso, M.M; Kepala LPPM Dr. Taufiqurokhman, M.Si; Dekan FKG Prof. Dr. drg. Burhanuddin Daeng Pasiga, M.Kes.; Plt. Dekan Fikom H. M. Saefullah, S.Sos., M.Si.; Direktur PPs. Prof. Dr. Budiharjo, M.Si; Wakil Dekan I FEB Dr. Hendi Prihanto, S.E., M.Ak; serta para dosen dan karyawan UPDM (B).

Related Post